Sabtu, 04 September 2010

Ramadan Bulan Kemenangan

SEKARANG ini kita berada pada sepuluh akhir bulan Ramadan. Pada waktu sepuluh akhir Ramadan itu, Rasulullah SAW sekeluarga dan para sahabat beliau lebih meningkatkan lagi aktivitas amal ibadah untuk meraih Lailatul Qadar (malam kemuliaan), yaitu suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
 
Keutamaan Lailatul Qadar itu hanya diberikan oleh Allah SWT kepada umat Islam saja. Memang, bulan suci yang mulia ini merupakan bulan untuk memperbanyak amal ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bukan hanya itu, bulan Ramadan juga disebut sebagai ‘’madrasah Ramadan’’, mencetak umat manusia yang bisa mengendalikan hawa nafsu dalam hidupnya, dan menjalankan wahyu langit (Alquran) yang mengantarkannya kepada kedudukan yang mulia.

Pengendalian Nafsu
Manusia diciptakan Allah SWT dari dua unsur yang berbeda, yaitu unsur tanah dan unsur ruh. Ini jelas dalam penciptaan Nabi Adam dari tanah, dan peniupan ruh yang merupakan unsur langit diberikan Allah SWT (QS: Shad: 71-72).

Penciptaan manusia dari dua unsur ini sesuai dengan manusia yang hidup di alam materi dan alam ruh. Manusia hidup berinteraksi dengan tanah (bumi), dan kehidupannya juga berhubungan dengan langit (Tuhan). Manusia memerlukan hasil bumi berupa makanan, minuman, dan pakaian. Dan manusia juga memerlukan sesuatu yang diturunkan dari langit, yaitu wahyu.

Makanya, manusia diberi kemauan (nafsu) yang dapat membantunya untuk membangun bumi dan menikmati hasilnya, dan manusia juga diberikan kehidupan ruh (rohani), agar kehidupannya dapat naik menjadi tinggi hingga sampai hubungannya dengan Allah SWT.

Pengaruh nafsu yang ada pada diri manusia (unsur tanah) itu akan bisa menurunkan ketinggian derajat manusia hingga lebih rendah dari hewan. Dan unsur ruh (unsur langit) yang terdapat dalam jasad manusia itu akan bisa menjadikan derajat manusia itu menjadi tinggi hingga setara dengan para malaikat.

Agama berperan mengangkat undur ruh dalam jasad manusia dan mengalahkan unsur tanah (nafsu). Dan ini bukan suatu hal yang mudah, karena unsur tanah (nafsu) sungguh dominan dalam diri manusia, dan diri manusia itu lebih cenderung mengikuti kehendak nafsu.

Karena itu, manusia dituntut mengendalikan diri dengan sabar dan yakin hingga dirinya sampai pada tingkat kepemimpinan dalam agama (QS: al-Sajadah: 24). Dengan sifat sabar itu manusia akan sanggup melawan hawa nafsu, dan dengan sikap yakin itu manusia akan mampu menghadapi segala perkara syubhat yang ada dalam kehidupannya. Dengan begitu, seseorang itu baru bisa mendapat hidayah Allah SWT (QS: al-Ankabut: 69).

Islam mensyariatkan berbagai jalan kepada manusia, agar diri manusia mampu mengendalikan kekuatan unsur tanah (nafsu) yang ada pada dirinya. Di antaranya adalah segala amalan yang terdapat dalam rukun Islam, berupa salat, puasa, zakat, dan haji. Dan puasa merupakan jihad ruhani terbesar dalam diri manusia untuk mengendalikan dominasi nafsu dan mengarahkannya kepada jalan yang benar, sesuai dengan tuntunan unsur langit, ruh (wahyu).

Penyucian Diri
Satu bulan manusia melaksanakan puasa, mening-galkan kelezatan dan mengekang kehendak hawa nafsu. Makanya, bulan Ramadan itu disebut juga sebagai bulan penyucian diri manusia yang dikotori oleh berbagai kehendak hawa nafsu selama satu tahun dalam hidupnya. Bulan Ramadan itu juga sebagai ‘’toilet rohani’’, tempat mandi tahunan mencuci kotoran dosa. Seorang muslim akan keluar dari Ramadan itu dengan diri yang bersih dan suci, terampun dosa-dosanya yang telah lalu (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Sebagaimana ibadah salat merupakan ‘’toilet ruhani’’ harian, membersihkan diri dari dosa-dosa yang pernah dilakukan seseorang dalam kesehariannya. Bukan hanya itu, Ramadan juga dihiasi dengan qiyam al-lail dengan melaksanakan salat tarawih pada malamnya, membuat seseorang merasakan melaksanakan penyucian diri siang dan malam selama bulan Ramadan.

Syukur Nikmat
Di Bulan Ramadan, manusia merasakan nilai dari nikmat Allah SWT. Karena limpahan nikmat tidak terasa, kecuali setelah nikmat itu hilang. Makanya orang mengatakan, kesehatan itu mahkota yang terletak di kepala orang yang sehat, tapi hanya bisa dilihat oleh orang yang sakit. Seorang muslim yang lapar dan haus di siang Ramadan, di saat berbuka, baru dia merasakan tingginya nilai nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepadanya.

Benar kata Rasulullah SAW, kebahagian seorang yang berpuasa itu ada pada ketika dia berbuka, dan ketika dia berjumpa dengan Allah SWT di akhirat kelak (HR Imam Muslim dan Imam al-Tirmizi). Maka bulan Ramadan juga mengajarkan kepada umat manusia untuk pandai mensyukuri nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya.

Kepedulian Sosial
Puasa Ramadan juga menumbuhkan rasa kepedulian sosial pada diri seorang muslim. Dia merasakan perihnya derita yang menimpa fakir miskin yang diterjang lapar siang dan malam. Dengan begitu, timbul rasa kepedu-liannya membantu orang yang hidup dalam kesusahan. Bahkan Rasulullah SAW walaupun hidup dalam kesederhanaan, tapi beliau orang yang sangat dermawan pada bulan Ramadan (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Diriwayatkan juga, Nabi Yusuf tidak pernah makan hingga kenyang, sekalipun dia dipercayakan memegang kekayaan negeri Mesir. Saat ditanya, beliau menjawab, dikhawatirkan makan hingga kenyang itu akan membuat manusia lupa akan penderitaan fakir miskin (Syaikh Yusuf al-Qaradhawi: Syahr Intishar al-Insan).

Jadi, setelah Ramadan berlalu, akan terjadi peningkatan dalam kehidupan seorang muslim, dengan peningkatan akal yang dipenuhi ilmu pengetahuan, peningkatan hati dengan iman dan takwa, peningkatan kehidupan masyarakat dengan semakin kuatnya ukhuwah Islamiyah antara sesama mereka, peningkatan tekad dengan berlomba kepada kebaikan.

Dengan begitu, akan nampak puasa Ramadan itu melahirkan seorang muslim yang mendapatkan kemenangan dalam mengen-dalikan hawa nafsu dunia, menjadi seorang muslim yang takwa kepada Allah SWT (QS: Al-Baqarah: 183). Semoga bulan suci Ramadan ini merupakan bulan kemenangan bagi seluruh umat Islam, amin.*** 


Sumber : Riaupos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar