Sabtu, 20 November 2010

Al Aqsha Dalam Bahaya - Apa Yang dimaksud Masjid al Aqsha?

Apa Yang dimaksud Masjid al Aqsha?
al-aqsha
 Oleh: Syeikh Raid Shalah (Ketua Harakah Islam di wilayah Palestina 48)
Saya menemukan ketidakfahaman dan ketidaktahuan pada sebagian (besar) umat Islam tentang apa yang dimaksud dengan Masjid Al Aqsha Al Mubarok? berapa luasnya? dan bangunan apa saja yang ada di dalamnya?
Ketidaktahuan Umat tentang hal ini sudah barang tentu merupakan sebuah fenomena yang menyedihkan. Dari banyak perjalanan yang saya lalui, apakah selama menunaikan ibadah Haji, atau keikutsertaan saya dalam konferensi-konferensi Islam, dan interaksi dengan berbagai elemen Umat baik di musim Haji maupun Umrah, saya punya kesimpulan bahwa kaum Muslimin masih memiliki pemahaman yang salah tentang Masjid Al Aqsha.
Sebagian mereka menyangka bahwa Qubah As Shokhrah (Dome of The Rock atau masjid berkubah kuning emas) adalah al Aqsha. Sebagian lagi mengira, bahwa Mushalla Al Marwani adalah bangunan tersendiri, bukan merupakan bagian dan tidak ada kaitanya sama sekali dengan al Aqsha al mubarok. Sebagian lagi bahkan kebingungan ketika mendengar istilah “al Aqsha al Mubarak” dan istilah “al Aqsha Al Qadim” (al Aqsha Kuno).
Karenanya saya pikir adalah sesuatu yang urgen dan mendesak untuk mengangkat dan menjelaskan permasalahan ini. Tidak bisa dianggap wajar jika seorang muslim atau seorang arab ketika dia tidak mengetahui yang mana al Aqsha, karena ketidak tahuan terhadap hakikat Masjid al Aqsa adalah awal yang memilukan bagi (ancaman) hilangnya al Aqsha al Mubarak.
Sebaliknya, mengetahui dan memahami dengan baik (hakikat Masjid al Aqsha) merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya kesucian, kemuliaan dan kemerdekaan al Aqsha al Mubarok, meski orang-orang kafir pasti tidak menyukainya. Karena itu, saya bertanya kepada diri saya pribadi dan kepada Kaum Muslimin, “Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan al Aqsha al Mubarok itu?”
Mujiruddin Al Hanbali (seorang Alim yang lahir di kota Al Quds dan merupakan keturunan dari Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab*) dalam kitabnya Al Anas Al Jalil (sebuah buku yang secara panjang lebar menerangkan tentang sejarah Baitul Maqdis sejak didirikannya hingga tahun 900 H/1494 M dan merupakan referensi paling lengkap tentang kehidupan ilmiah pada masa Dinasti Ayub dan Raja-raja Mamluk.
**Dia katakan: “ Yang populer dikalangan masyarakat bahwa al Aqsha dalam konteks kiblat yaitu keseluruhan bangunan ditengah-tengah Masjid yang di dalamnya terdapat mimbar dan mihrab besar. Padahal sesungguhnya yang dimaksud al Aqsha adalah sebutan bagi seluruh komplek Masjid yang dibatasi oleh dinding pembatas. Maka bangunan yang terdapat di dalam masjid dan bangunan-bangunan lainnya, seperti Qubbah as Shakhrah (Dome of The Rock), ruwaq-ruwaq (mihrab-mihrab masjid) dan bangunan-bangunan lainnya adalah bangunan-bangunan baru. Dan yang dimaksud dengan al Aqsha adalah komplek yang dibatasi oleh dinding pembatas.” Ad Dubbagh dalam bukunya Al Quds mengatakan: “ Al Haram Al Qadasi (wilayah harom yang suci) terdiri dari dua bangunan masjid; pertama, Masjid Ash Shakhrah (atau Qubbah Ash Shakhrah). Kedua, Masjid al Aqsha, serta bangunan-bangunan apa saja yang ada disekitarnya, hingga dinding pembatas sekalipun.”

Dengan dasar ini, jelaslah bagi kita bahwa semua kawasan yang ada di dalam batas dinding al Aqsha al Mubarak adalah bagian tak terpisahkan dari al Aqsha al Mubarak. Bahkan dindingnya itu sendiri merupakan bagian dari al Aqsha. Dalam artian, dinding dan semua pintu gerbang yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan dari al Aqsha yang diberkahi.
aqso Sebagai contoh, Dinding sebelah Barat adalah bagian tak terpisahkan dari al Aqsha, begitu pula dengan Tembok Al Buraq yang merupakan bagian dari Dinding Barat tersebut adalah juga bagian tak terpisahkan dari masjid al Aqsha. Dan Ribath al Kurd yang juga bagian dari Dinding Barat, merupakan bagian tak terpisahkan dari al Aqsha. Demikian pula dengan semua pintu masuk yang ada di Dinding Barat tersebut seperti Pintu Barat (Bab Al Magharibah), juga semua bangunan yang ada di Dinding Barat seperti madrasah At Tankaziyah, semuanya bagian tak terpisahkan dari al Aqsha al Mubarak.
Saya, yakin mayoritas Umat Islam belum mengetahui tentang hakikat ini. Dan adalah kewajiban bagi mereka untuk mengetahuinya. Maka bagi yang telah mengetahui hakikat-hakikat ini akan memaaham betul bahwa telah terjadi pelanggaran yang nyata terhadap al Aqsha al Mubarak hingga saat ini. Seperti, Perombakan dan pengalihfungsian Tembok Al Buraq yang merupakan bagian dari al Aqsha yang sekarang ini terkenal dengan sebutan “Benteng Ratapan” (sebagai bentuk penyesatan makna) adalah salah satu bentuk penistaan yang nyata dan terus-menerus terhadap al Aqsha al Mubarak. Juga penutupan Pintu Barat (yang merupakan bagian dari al Aqsha) yang dilakukan Israel hingga saat ini. Serta pengalihfungsian Madrasah At Tankaziyah (yang merupakan bagian dari al Aqsha) menjadi barak militer Israel hingga saat ini. Semua itu merupakan bentuk-bentuk pelanggaran yang nyata dan berkesinambungan terhadap Masjid al Aqsha al Mubarak. Saya ulangi-ulangi sebagai penegasan, dan siapa saja yang masih tidak faham tentang hal ini, sungguh keterlaluan.

mesjid indah al-aqso
 Orang yang mengetahui hakikat al Aqsha al Mubarak maka secara otomatis akan mengetahui apa bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan secara berkesinambungan dan apa saja penistaan-penistaan nyata yang dilakukan terhadap al Aqsha. Dan saya ingin katakan: “ Bahwa Benteng Timur dan Benteng Utara serta Selatan yang mengelilingi al Aqsha al Mubarak dengan semua pintu dan bangunan yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan juga dari al Aqsha!!
Sungguh tragis petaka yang menimpa Masjid Al Aqsha hingga detik ini jika dilihat pemahaman yang mengantarkan kita kepada hakikat al Aqsha al Mubarak ini!! ٍٍSaya juga ingin menegaskan lagi bahwa semua bangunan yang ada di komplek yang dikelilingi oleh tembok pembatas mirip segi empat ini adalah bagian tak terpisahkan juga dari al Aqsha al Mubarak!! maka pelataran berpasir yang ditanami pohon Zaitun dan pepohonan lainnya adalah bagian tak terpisahkan dari al Aqsha. Tempat aliran air, kubah-kubah, tembok-tembok pembatas, gapura-gapura serta bangunan-bangunan lainnya adalah bagian tak terpisahkan dari Masjid al Aqsha al Mubarak.
Saya ulangi lagi, bahwa yang mengetahui dan memahami hakikat inilah yang akan mengerti nestapa dan kegelisahan yang menyelimuti al Aqsha al Mubarak!! Salah satu bangunannya yang terletak di dalam dinding pembatas telah dialihfungsikan menjadi Pos Polisi Zionis hingga saat ini, dan ini bentuk penodaan nyata yang berkesinambungan terhadap al Aqsha al Mubarak. Demikian pula dengan pelataran tanah yang terletak diantara dinding al Aqsha, sebagian orang Zionis, terutama, “Yisrael Hawkins” berupaya membangun Sinagog diatasnya, dan menyatakan secara terang-terangan tentang hal itu.
Dan bahkan secara terang-terangan mengatakannya kepada saya tentang rencana ini. Maka saya katakan kepadanya, “ Kalau itu yang kalian rencanakan, maka, (sebenarnya) kalian sedang berusaha untuk menyulut terjadinya perang dunia ketiga karena wilayah ini adalah bagian dari Masjid Al Aqsa al Mubarak. Dan cukup dengan berpikir untuk membangun Sinagog di atasnya kalian telah melakukan penodaan yang nyata terhadap al Aqsha al Mubarak!! Termasuk apa yang dilakukan Pemerintah Zionis dengan menutup pintu-pintu yang menjadi akses masuk ke pelataran ini dan bangunan-bangunan yang ada di dalamnya hingga saat ini adalah bentuk pelanggran nyata terhadap Masjid al Aqsha.
Kemudian ingin saya tegaskan lagi, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa as Shakhrah al Musyarafah (Batu yang dimuliakan) adalah bagian tak terpisahkan dari al Aqsha al Mubarak. Serta Masjid yang dibangun ditengah-tengah komplek Masjid al Aqsha al Mubarak dari arah Kiblat (yang oleh Umat Islam sering dipahami sebagai 'Masjid al Aqsha', padahal bukan itu yang dimaksud Masjid Al Aqsha (yang sesungguhnya), beserta bangunan-bangunan yang terdapat dibawah masjid ini yang kita sebut dengan istilah “ al Aqsha Al Qadim” (al Aqsha Kuno) semuanya adalah bagian tak terpisahkan dari al Aqsha al Mubarak.
Begitu pula dengan Mushalla Al Marwani yang terletak disebelah tenggara al Aqsha adalah juga bagian tak terpisahkan dari al Aqsha. Berdasarkan pemahaman ini, maka rencana jahat apapun untuk mengambil atau mengubah al Aqsha Al Qadim dan Mushalla Al Marwani adalah bentuk konspirasi keji terhadap al Aqsha al Mubarak. Dan kita bertahu-tahun tertipu, lalu dengan enteng ada yang berseloroh: “ Demi terciptanya kedamaian, mengapa tidak kita serahkan saja Mushalla Al Marwani atau al Aqsha Al Qadim kepada orang-orang Yahudi?!”
Saya katakan: Bangkitlah wahai Kaum Muslimin dan bangsa Arab! Pemikiran seperti ini adalah bentuk pelanggaran keji terhadap al Aqsha. Benar! Luka begitu menganga, malam terasa panjang, kegelisahan begitu berat, kesabaran dan sumbangsih yang berkesinambungan. Maka keberanian adalah kesabaran sesaat. Dan keyakinanlah yang mengantarkan kita kepada kepemimpinan dalam beragama.
Jika kita tahu apa yang telah dipersembahkan, niscaya dengan sangat mudah dan jelas mengetahui (apa yang bisa kita dapatkan), seperti yang dikatakan Ustadz Muhammad Hasan Syarab dalam bukunya “Baitul Maqdis dan Masjid Al Aqsha”: “Masjid al Aqsha yang disebut dalam surat al Isra' semuanya adalah al Haram al Qadasi. Tempat, dimana pahala shalat disana dilipatgandakan. Dipenjuru mana saja di komplek yang dikelilingi pagar tembok itu, apakah di 'Masjid al Aqsha', atau di Qubbah as Shakhrah, atau di Musalla al Marwani atau bahkan di pelataran berpasir yang berada di dalam komplek yang dibatasi dinding tersebut. Setiap rakaat bernilai sama dengan 500 kali rakaat (dalam riwayat lain 1000 rakaat) shalat di masjid-masjid lainnya, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Maka kini saatnya, wahai kaum Muslimin dan bangsa Arab, untuk bangkit dari tidur panjangmu. Dan segera tersadar dari kelengahanmu.


Sumber : http://knrp.or.id

Gaza, kembali lantik 13 ribu Penghafal al-Aquran baru

Assalamualaikum wr.wb

Yang kedua kalinya kami diaundang utk menghadiri acara hafidzul qur'an tepatnya dikota jabaliya, gaza utara, jalur gaza, acara kali ini disponsori oleh menteri perwaqafan dg jumlah 13.000 hafidz dan hafidzah yg tentunya didominasi oleh anak-anak berumur belasan tahun, yang paling mengharukan ada seorang hafidz yang kedua kakinya buntung, beliau dipersilahkan naik ke atas panggung utk menyampaikan sepatah dua patah kata. Awal sambutan beliau mengatakan : "Insyallah kita akan bersama-sama melaksanakan sholat di masjid al Aqsha, amin ya rab"  selanjutnya beliau sebagai motivasi akan tetapi bagi saya adalah sebuah kata yang mengharukan, bulu kuduku serentak berdiri dan tak tahan melinangkan air mata, kenapa? beliau mengatakan kepada bapaknya : " Wahai bapakku..walau saya tdk mempunyai kedua kaki dan selalu ditemani oleh kursi roda akan tetapi janganlah bersedih karena di akhirat kelak  aku akan memberikan pakaian yang sangat indah untukmu, wahai Ayah dan berbanggalah karena anakmu yang cacat ini telah tamat menghafal al-Quran dan insyallah dengan hafalanku ini kita akan bersama-sama menuju pintu surga yang tentunya dengan ijin dan karunia ilahi." Ungkapan seperti ini sudah barang tentu sering kita dengar, akan tetapi baru kali ini penulis menyaksikan langsung kata tersebut dari seorang yang benar subhanallah, allahu akbar.
Setelah itu naik lagi keatas panggung seorang hafidzah yang umurnya sekitar 60 tahun-an, berkaca mata hitam, penulis mengira kalau si ibu tersebut tdk ada masalah dg anggota tubuhnya, subhannalah allahu akbar ternyata yang berdiri diatas panggung dan melantunkan kalimat allah dan diperbagus suaranya adalah (maaf) kedua matanya tidak bisa melihat (tuna netra). Setelah mengaji dg suara yang indah, sesekali beliau melontarkan kata : " walau kedua mataku tidak dapat melihat akan tetapi karena besar niatku akhirnya aku dapat menghafal al-Quran 30 juz hanya dalam waktu kurang lebih 3 bulan, subhanallah..
wallahu alam
wassalam
Salam dari kami relawan indonesia dijalur gaza palestina dan kami dalam keadaan sehat wal afiat dan lancar-lancar saja dalam menjalankan aktivitas misi kemanusiaan.
Abdillah Onim
(merc cab. Gaza Palestina)

sumber : http://knrp.or.id

Rabu, 17 November 2010

Eropa Makin Banyak Kaji Islam Indonesia

 Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Nur Kholis Setiawan mengatakan bahwa saat ini semakin banyak perguruan tinggi di Eropa yang mendirikan kajian mengenai Islam di Indonesia karena mereka tertarik atas kehidupan beragamanya.
"Mereka menyadari Islam di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, juga penting," kata Nur Kholis saat kuliah umum di Universitas Wina, Austria, Senin.
Nur Kholis bersama dengan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Prof BS Mardiatmadja dan Direktur Institute for Study of Islamic Though and Civilization (Insist) Hamid Fahmi Zarkasyi berada di Austria untuk memberi kuliah umum di Universitas Wina dan Universitas Salzburg.
Mereka mengikuti kegiatan Kampanye Diplomatik Umum yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri.
Nur Kholis yang pernah belajar mengenai kajian Islam di Jerman dan mengambil S2 di Belanda itu mengatakan, kajian Islam di Indonesia antara lain ada di Jerman (Frankruf, Hamburg, Berlin, dan Bonn), Belanda, dan Inggris.
Nur Kholis mengatakan, mereka kagum dan merasa heran, Indonesia yang luas dan sangat beragam budaya serta agama tidak pernah bentrok seperti di Balkan. "Aman-aman saja. Mereka kagum," katanya.
Beberapa waktu lalu, katanya, Jerman merasa gagal membangun keanekaragaman padahal penduduknya hanya terdiri dari Jerman asli, Turki dan Yahudi.
Hal itu, katanya, karena Jerman merasa yang paling utama. "Nah Indonesia tidak mengalami hal ini. Kita saling menghargai satu sama lain," katanya.
Nur Kholis juga mengatakan, sejak dahulu kajian mengenai Islam di Eropa hanya tertuju pada kajian Islam Timur Tengah. Namun setelah melihat perkembangan yang ada mereka merasa perlu melihat Islam dari sisi yang lain. "Indonesia salah satunya," kata Nur Kholis.
Ia mengatakan, Indonesia sebagai negara muslim yang besar namun angka konfliknya kecil.
Pada kesempatan itu Nur Kholis juga menggambarkan kondisi kehidupan antaragama di Indonesia. Ia mengakatan bahwa kehidupan antaragama di masa pascareformasi lebih baik dibanding masa orde baru.
Ia mengatakan, pada saat orde baru keberagaman dicoba untuk dieliminir.
Nur Kholis juga mengatakan, jikapun ada konflik di Indonesia maka itu bukan merupakan konflik antaragama. "Saya kira lebih banyak karena faktor lain," katanya.
Sebagai contoh kerusuhan di Sampit, Kalimantan, dan Poso (Sulawesi Tengah), katanya, bukanlah kerusuhan antaragama. Ia mengatakan kerusuhan di Sampit merupakan kerusuhan etnis.
Saat kunjungan Presiden Austria Heinz Fischer ke Indonesia 9 November, Indonesia dan Austria menandatangani perjanjian di bidang peningkatan kerja sama dialog antar umat beragama untuk mendorong hubungan kedua negara yang lebih baik.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kerja sama itu dapat berbentuk pertukaran pelajar ataupun kunjungan pemuka agama dari kedua negara dalam upaya membentuk dialog antar penganut agama.
Sementara Presiden Fischer mengatakan, Austria telah mendorong adanya dialog antar umat beragama di dalam negeri mereka sebagai upaya untuk mendorong adanya rasa saling memahami.
"Hal tersebut kami kembangkan melalui kerja sama di bidang tersebut dengan negara lain, dan kami memilih Indonesia," paparnya.


Sumber : id.news.yahoo.com, Selasa, 16 November 2010

Jumat, 12 November 2010

SURAT DARI MERAPI

Mahasiswa yang tubuhnya penuh debu itu akhirnya menemukan tempat ibunya di barak pengungsi di kaki Merapi. Tapi ibunya sejak pagi tadi sudah dibawa relawan ke rumah sakit lantaran sesak napas akibat menghisap terlalu banyak debu vulkanik. Dua adik perempuannya ikut serta menemani ibu. Matanya yang cemas melihat secarik kertas menyembul dari tas tua milik ibunya. 
 Dengan tangan gemetar ia ambil dan membuka lipatannya. Tulisan ibu.. ia mengenali tulisan indah ibunya.

“Anakku.. kita sudah tak punya apa-apa lagi, nak. Semua sapi kita mati. Sawah kita yang hijau telah hangus berubah kelabu, hanya menyisakan timbunan debu. Ibu sudah tak dapat mengirim uang lagi untuk biaya kuliahmu. Seandainya bapakmu masih ada... ya Allah semoga almarhum telah damai di sisi-Mu..

Anakku.. yang ibu punya sekarang hanya doa. Doa yang selalu ada untuk putra-putri ibu. Katanya pemerintah akan mengganti ternak yang mati. Tapi ibu sudah tak berharap Sultan akan memenuhi janji. Ibu sudah berhenti berharap pada manusia. Ibu hanya ingin berharap pada Allah yang tak mungkin mengingkari janji-Nya. Berharap pada manusia sering membuat kita kecewa.

Harta benda kita memang sudah musnah. Tapi kita punya Tuhan. Kita punya janji-Nya yang pasti terpenuhi. Percayalah nak, Tuhan akan menurunkan kebaikan kepada orang-orang yang berusaha menjadi hamba-Nya yang baik. Kamu putra ibu yang kuat, bantulah sesama dengan tenagamu. Kamu putra ibu yang cerdas, bantulah sesama dengan kepintaranmu. Kalau kelak kamu mendapat anugerah rizki-Nya, ringankan hatimu untuk selalu bersedekah. Sayangi dirimu dengan menyayangi sesama...

Anakku, janganlah pernah melupakan Allah, agar Allah tak melupakanmu. Teruslah untuk mengingat Allah, baik di waktu senang maupun susah. Ucapkanlah nama-nama-Nya yang indah dengan hatimu untuk mengusir semua resah dan gelisah. Zikrullah itu nak, akan menenteramkan hatimu.. akan memekarkan setiap kuntum bunga di taman hatimu.

Anakku.. Merapi ini gunung kita, kampung kita. Merapi ini tumpah darahmu. Kelak kamu mungkin pergi jauh meninggalkan Merapi.. tapi merapi akan tetap menjadi kampung halamanmu. Udara pertama yang kamu hirup udara Merapi. Air pertama yang kamu minum air Merapi. Makanan pertama yang kamu makan tumbuh di Merapi. Tanah pertama yang kamu injak tanah Merapi. Sahabat pertama yang kamu kenal adalah orang Merapi. Kamu akan selalu merindukannya, sebab separo jiwamu ada di sini.. di merapi ini.

Jangan pernah marah pada Merapi, anakku, sebab gunung ini tak bersalah. Gunung Merapi tak pernah marah. Gunung ini bergerak, terus bergerak sembari bertasbih untuk memenuhi takdirnya menjaga keseimbangan bumi. Gunung adalah pasak yang mengutuhkan bumi kita.

Tetaplah menyayangi gunung kita, Merapi kita.. dengan tidak mencederai hutannya, bebatuannya, airnya. Tetaplah tersenyum pada Merapi kita agar Merapi juga tersenyum untuk kita. Merapi akan selalu menyimpan anugerah Tuhan untuk orang-orang yang hidup bersamanya. Teruslah berusaha untuk memahami gunung kita, sebab kitalah yang harus menyesuaikan diri untuk hidup bersamanya. Jangan pernah memaksa gunung untuk menyesuaikan dirinya pada kita..

Anakku.. kamu putra ibu.. dan akan selalu menjadi putra ibu.

Usai membaca kalimat terakhir yang ditulis ibunya, anak muda itu tak dapat lagi menahan gejolak hatinya. Sekujur tubuhnya bergetar, dadanya gemuruh, lalu tangisnya meledak dengan tubuh luruh bersimpuh. Air matanya meleleh bercampur debu.

“Subhanallah.. iya ibu, saya putra ibu.. selamanya tetap menjadi putra ibu. Ibu adalah mata airku.. selamanya menjadi mata air untuk putramu ibu...” (banda bening)

Sumber :  bulancahaya9.blogspot.com

Rabu, 10 November 2010

Kisah Nabi Shaleh AS

Balasan Allah terhadap Kaum Tsamud

Tak henti-hentinya ia berdakwah di jalan Allah, siang dan malam. Dengan penuh kesabaran dan cinta, ia berusaha menunjukkan kaumnya kembali kejalan yang benar. Kaumnya meminta bukti kenabian, lalu Allah SWT memberikannya, berupa Unta Betina yang amat Elok. Tetapi kaumnya tetap ingkar.
Nabi Shaleh AS adalah anak Ubaid bin Jabir bin Tsamut. Kaumnya bernama “Tsamut” nama yang dibangsakan kepada kakeknya yang bernama Tsamut bin Amir bin Iram bin Sam bin Nuh. Jadi Nabi Saleh itu adalah keturunan Nabi Nuh AS yang keenam.
Mereka tinggal di pegunungan dan bukit-bukit yang mereka jadikan sebagai tempat tinggal, yang terletak antara Hejaz dan Syam, di sebelah tenggara negeri Madyan.
Nabi Shaleh AS berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, yang tiada tuhan lain bagi kalian selain Dia.” (QS. Hud: 61). Kalimat yang sama yang disampaikan oleh para Nabi. Kalimat tersebut tidak pernah berubah, sebagaimana kebenaran juga tidak pernah berubah.
Nabi Shaleh AS menyatakan, tuhan yang mereka sembah, yakni patung-patung dan berhala itu, tidak memiliki nilai apa-apa. Nabi lalu melarang mereka untuk menyembahnya dan meminta kepada kaumnya supaya hanya menyembah Allah SWT.
Rupa-rupanya seruan dan dakwah Nabi Shaleh AS itu cukup menggemparkan kaumnya. Mereka terkejut dengan apa yang dikatakannya. Mereka tidak percaya, kenapa tiba-tiba ada sebagian dari bangsa Tsamud yang melarang mereka menyembah berhala. Padahal kebiasaan ini sudah berlangsung lama dan mereka mewarisinya dari nenek moyang mereka.
Yang lebih mengagetkan mereka, kenapa yang menyampaikan berita tersebut justru Shaleh, orang yang selama ini mereka anggap dan sangat terkenal karena kejujuran  dan kebaikannya. Kaumnya sangat menghormatinya, karena Shalih dikenal memiliki keluasan ilmu, kematangan akal, dan kejernihan hati. Dan mereka sangat berharap kelak dia akan bersedia menjadi pemimpin mereka.
“Hai Shalih, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang diantara kami yang kami harapkan,  apakah kamu melarang kami untuk  menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.” (QS. Hud: 62). Lebih keras lagi sebagian pemuka kaumnya berkata, “Alangkah celakanya! Kami tidak berharap engkau mencela tuhan-tuhan kami yang kami mendapati orangtua-orangtua kami menyembahnya!”
Demikianlah kaum Nabi Shalih AS merasa bingung berhadapan dengan kebenaran. Mereka heran terhadap saudara mereka, Shaleh yang mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Mengapa bisa demikian? Tiada lain, karena mereka tidak memiliki alasan dan pemikiran yang benar. Mereka hanya beralasan bahwa kakek-nenek mereka menyembah tuhan-tuhan berhala sebagaimana yang mereka lakukan sekarang. Mereka hanya mengikuti secara membabi buta, alias taklid, sehingga mereka terjerumus ke dalam kekufuran dan kesesatan.
Di tengah-tengah kekufuran kaumnya itulah, Allah mengutus seorang Nabi, yakni Nabi Shaleh AS. Ia diutus untuk menghilangkan taklid buta itu. Sebagai gantinya, Nabi Shaleh menyebarkan akidah Tauhid, untuk membebaskan segala pikiran dan belenggu kesesatan. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Hud: 61).
Namun demikian, meskipun disampaikan dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan cinta, dakwah Nabi Shaleh AS tetap saja ditentang oleh kaumnya. Mereka meragukan dakwahnya. Mereka mengira, Nabi Shaleh telah terkena sihir sehingga menyampaikan dakwah yang terasa asing di telinga kaumnya.
Mendapat perlawanan dari kaumnya, Nabi Shaleh tidak putus asa, bertahun-tahun ia terus menyampaikan ajaran-ajarannya. Ia sabar dan tabah menerima segala cobaan dari kaumnya. Biarpun tidak banyak, Nabi Sahleh akhirnya mempunyai pengikut juga. Mereka kebanyakan adalah orang-orang miskin.

 Kisah Nabi Shaleh AS dan Unta Betina

Kenyataan tersebut membuat para pemimpin masyarakat Tsamud gusar. Mereka lalu mencari akal, bagaimana cara mempengaruhi pengikut Nabi Shaleh itu. Mereka menginginkan agar Nabi Shaleh tidak mempunyai pengikut sama sekali. Caranya ialah menentang Nabi Shaleh AS untuk membuktikan kemampuannya mendatangkan mukjizat.
Menurut pendapat mereka, kalau Nabi Shaleh itu tidak dapat menunjukkan suatu Mukjizat, tentulah pengikutnya akan menjauhinya. Para pemuka masyarakat Tsamud lalu mendatangi Nabi Shaleh. “Hai Shaleh, kalau engkau benar-benar seorang Nabi, perlihatkanlah kepada kami suatu Mukjizat! Kalau tidak, tentulah engkau pembohong!” kata salah seorang pemuka masyarakat itu.
Nabi Shaleh AS memang tidak mampu mendatangkan suatu Mukjizat, akan tetapi ia yakin, kalau itu syarat agar kaumnya mau mengikuti ajarannya, ia akan memohon kepada Allah SWT. Ia percaya Allah SWT pasti akan mengabulkan permohonannya. “Akan kutunjukkan kepadamu suatu Mukjizat! Tetapi dengan satu syarat, kalian semua harus mengikutiku menyembah Allah!” kata Nabi Shaleh AS. Ia mengajukan syarat itu kepada tokoh-tokoh masyarakatnya, syarat itu mereka setujui, ia yakin kalau pemuka-pemuka masyarakatnya sudah bertobat dan menyembah Allah, rakyat akan mengikutinya.
Nabi Shaleh lalu berdoa sepenuh hati kepada Allah. “Ya Tuhanku! Kaumku tetap mendustakan kenabianku. Hanya sedikit orang yang mau mendengar kata-kataku. Untuk meyakinkan mereka, sudilah Engkau memberikan kepadaku suatu Mukjizat sebagai tanda kebenaranku. Mudah-mudahan mereka akan mengikutiku di jalan-Mu yang lurus!”
Allah mengabulkan permohonan Nabi Shaleh AS. Seekor Unta Betina yang luar biasa indahnya akan muncul dari puncak bukit. Unta itu gemuk, sehat dan bagus sekali. Belum pernah ada unta seindah itu dipermukaan bumi ini. Unta itu mempunyai air susu yang tidak habis-habisnya. Setiap orang boleh mengambil air susunya. Akan tetapi unta itu harus dibiarkan bebas berkeliaran. Ia tidak boleh diganggu. Dan pada hari-hari tertentu unta itu harus diberi kesempatan untuk minum sepuas-puasnya pada sumur penduduk.
Ilham yang diturunkan oleh Allah itu diberitahukannya kepada para pemuka masyarakat Tsamud. Lalu Nabi Shaleh menyuruh mereka berkumpul di kaki sebuah bukit di pinggiran kota Alhijir. Para pemuka masyarakat dan penduduk pun ramai berkumpul di kaki bukit itu. Mereka semua ingin menyaksikan keajaiban yang akan diperlihatkan oleh Nabi Shaleh AS.
Setelah penduduk berkumpul semuanya, Nabi Shaleh berdoa, menadahkan tangannya ke langit. Selesai berdoa, kilat menyambar-nyambar di puncak bukit itu. Kilat itu terang sekali, cahayanya sangat menyilaukan. Tak lama kemudian di puncak bukit itu bergemuruh. Tanah terguncang seperti gempa. Tiba-tiba puncak bukit itu terbelah. Bersamaan dengan itu, seekor unta betina yang sangat indah keluar dari dalam tanah. Unta itu berdiri dengan megahnya.
Para pemuka masyarakat dan semua yang hadir sama-sama tercengang. Unta itu lalu turun dari atas bukit, langsung menuju sumur penduduk. Ia minum sepuas-puasnya. Benar seperti yang dikatakan Nabi Shaleh AS, Unta itu selalu mengeluarkan air susu yang tidak habis-habisnya.
Kepada semua penduduk, Nabi Shaleh mengatakan agar menjaga keselamatan unta itu, lalu berseru, “Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah ia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat.” (QS. Hud: 64).
Tetapi apakah dengan Mukjizat unta itu mereka akan mengakui kebesaran Allah? Ternyata tidak! Para pemuka masyarakat itu malah menuduh Nabi Shaleh tukang sihir. Namun begitu, sejak peristiwa itu, pengaruh Nabi Shaleh di kalangan kaumnya makin besar. Para pengikutnya semakin yakin akan kebenaran yang diajarkan Nabi Shaleh AS. Pengikutnya pun makin bertambah. Sementara itu Unta yang dalam Al-Qur’an disebut Naqatullah, Unta Allah, bebas berkeliaran. Penduduk takut mengganggunya. Mereka takut akan azab yang di ancamkan oleh Nabi Shaleh AS.
Peristiwa tersebut sangat mencemaskan para pemuka masyarakat Tsamud. Hal itu tidak boleh dibiarkan. Unta itu jadi perlambang kemenangan Nabi Shaleh AS, maka itu harus segera dilenyapkan.

Sumber : sufiz.com

 

Senin, 08 November 2010

Kisah Nabi Ismail, Cermin Ketaatan Seorang Anak

Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim dengan istrinya, Siti Hajar. Siti hajar berasal dari budak kecil Raja Mesir yang diberikan kepada Siti Sarah, dan setelah besar lalu dijadikan istri oleh Nabi Ibrahim. Dari istrinya inilah Nabi Ibrahim memperoleh anak yang bernama Ismail. Adapun istrinya yang pertama, yaitu Siti Sarah, sedari muda sudah mandul (tidak mempunyai anak) dan karena ia ingin sekali mempunyai keturunan, maka setelah usianya sudah agak lanjut, barulah ia dikaruniahi Allah seorang anak laki-laki yang bernama Ishak. Rupanya Siti Sarah kurang senang apabila selalu berdekatan dengan madunya, seperti halnya watak wanita pada umumnya, apalagi madunya itu sudah mempunyai anak, sedangkan ia sendiri masih belum.
Kemudian Nabi Ibrahim membawa pindah istrinya (Siti Hajar) bersama bayinya, Ismail ke negeri Mekah yang pada saat itu masih berupa lautan padang pasir yang belum ada seorang manusia pun disana. Seperti diceritakan dalam Al-Qur’an: surah Ibrahim ayat, 37:
“Hai Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah menempatkan anak keturunan kami di lembah yang tidak ada tanaman sama sekali (Mekah) pada tempat rumah-Mu (Ka’bah) yang terhormat. Hai Tuhan kami! Semoga mereka tetap mendirikan salat. Hendaklah Engkau jadikan hati manusia rindu kepada mereka. Berilah mereka rezeki yang berupa buah-buahan, mudah-mudahan mereka mengucapkan syukur kepada Tuhan.”
Nabi Ibrahim kembali ke Negeri Syam. Ketika Siti Hajar telah kehabisan air, ia merasa sangat haus, karena itu air susunya terasa berkurang, dan bayinya (Ismail) ikut menderita karena kekurangan air susu.
Siti Hajar mencari air kemana-mana, mondar mandir antara bukit Sofa dan Bukit Marwa, kalau- kalau ada air di situ. Perbuatan Siti Hajar ini sampai sekarang dijadikan sebagian dari rukun “Ibadah haji” yang dinamakan Sa’i (pulang balik antara Sofa dan Marwa) sebanyak tujuh kali, dengan membacakan nama kebesaran Allah, mensucikan dan mengagungkan Allah.

Tak lama kemudian Siti Hajar mendengar suara (suara Jibril) yang membawa dan menunjukkan Siti Hajar ke suatu tempat, dan disana di hentakkan kakinya ke bumi, maka terpancarlah mata air yang sangat jernih dari dalamnya. Maka dengan segera Siti Hajar mengambil air itu untuk memberi minum
anaknya.. mata air itu semula meluap kemana-mana, kemudian Malaikat berkata, “Zamzam” artinya, berkumpullah.” Maka, mata air itu pun berkumpul, dan sampai sekarang mata air itu dinamakan sebagai Air Zam zam. Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, air zamzam itu tidak pernah kering sampai sekarang walau pun dipergunakan oleh sangat banyak manusia yang mengambilnya.
Pada suatu hari lewatlah di sana serombongan orang Arab Jurhum, yang kebetulan mereka sangat memerlukan air, mereka sudah mencari kesana kemari, tapi belum menemukannya
Tiba-tiba terlihat oleh mereka burung-burung yang sedang berterbangan di atas suatu bukit, biasanya ini suatu pertanda bahwa disana ada mata air. Karena burung itu biasanya senang terbang di atas mata air. Maka pergilah mereka ke sana, dan ternyata benar disana ada mata air, yang disana ada Siti Hajar dan Bayinya, Ismail. Karena kebaikan hati Siti Hajar kepada mereka dengan memberi air zamzam itu sekehendak yang mereka butuhkan, sehingga mereka tertarik hatinya untuk tinggal di sana bersama Siti Hajar.
Atas kebaikan hati Siti Hajar pula, maka rombongan orang Arab Jurhum itu memberikan sebagian barang dagangannya kepada Siti Hajar, sehingga Siti Hajar merasa senang dan bahagia hidupnya di sana. Lama-kelamaan, bertambahlah penduduknya dan jadilah suatu desa yang aman tentram serta subur dan makmur.
Setelah Ibrahim kembali ke Mekah untuk menemui istri dan anaknya, alangkah terkejutnya beliau melihat tempat itu sudah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur, dan meliahat Siti Hajar hidup senang dan bahagia karena hidupnya berkecukupan. Siti Hajar menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada suaminya. Nabi Ibrahim memuji kebesaran Allah, yang telah mengabulkan doanya yang lalu.

Mendirikan Ka’bah

Pada suatu hari Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk mendirikan Ka’bah di dekat telaga Zamzam. Hal itu diberitahukan kepada anaknya Ismail. Maka keduanya sepakat untuk membangun rumah Allah yang akan digunakan untuk beribadah.
Mereka membangun Ka’bah tersebut dengan tangan-tangan mereka sendiri. Mengangkut batu dan pasir serta bahan-bahan lainnya dengan tenaga yang ada padanya. Setiap selesai bekerja  Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ismail, keduanya berdoa, “Ya Tuhan! Terimalah kerja kami ini, sungguh Engkau maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
“Ya Tuhan! Jadikanlah kami dan keturunan kami umat yang menyerahkan diri kepada-Mu, dan perlihatkanlah kepada kami, Ibadah kami, dan beri tobatlah kami, sesungguhnya Tuhan Maha Pemberi Tobat dan amat Pengasih.”
Pada saat membangun rumah suci itu, Ibrahim dan Ismail meletakkan sebuah Batu Besar berwarna Hitam mengkilat. Sebelum meletakkan batu itu diciumnya sambil mengelilingi bangunan Ka’bah. Batu tersebut sampai sekarang masih ada, itulah Hajar Aswad. Setelah bangunan itu selesai, Allah mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail tata cara beribadah menyembah Allah.
Tata cara beribadah yang diajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail inilah yang juga diajarkan kepada Nabi-nabi dan Rasul yang sesudahnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
“Ya Tuhan, bangkitkanlah seorang utusan dari mereka itu yang mengajarkan ayat  dan kitab serta segala hikmah dan yang akan membersihkan dari dosa-dosa, Engkaulah Tuhan Yang Maha Mulia lagi Perkasa.”

Nabi Ismail, Cermin Anak yang Patuh

Pada suatu hari Nabi Ibrahim bermimpi diperintah Tuhan untuk menyembelih anaknya (Ismail). Maka Nabi Ibrahim bermusyawarah dengan anak-istrinya (Siti Hajar dan Ismail), bagaimana pendapat keduanya tentang mimpinya itu. Siti Hajar berkata, “Barangkali mimpi itu hanya permainan tidur belaka, maka janganlah engkau melakukannya, akan tetapi apabila mimpi itu merupakan wahyu Tuhan yang harus di taati, maka saya berserah diri kepada-Nya yang sangat pengasih dan Penyayang terhadap hambanya.”
Ismail berkata, “Ayahku! Apabila ini merupakan wahyu yang harus kita taati, maka saya rela untuk disembelih.”
Ketiga orang anak beranak itu sudah ikhlas melakukan perintah Tuhannya, maka keesokan harinya dilaksanakan perintah itu.
Selanjutnya Ismail usul kepada ayahnya, Ibrahim: “Sebaiknya saya disembelih dengan keadaan menelungkup, tapi mata ayah hendaklah di tutup, kemudian ayah harus dapat mengira-ngira arah mana pedang yang tajam itu ayah pukulkan, supaya tepat pada leher saya.”
Maka Nabi Ibrahim melaksanakan usul anaknya itu, beliau mengucapkan kalimat atas nama Allah, seraya memancungkan pedangnya yang tajam itu ke leher anaknya.

Sumber : www.sufiz.com


Senin, 01 November 2010

Satu lagi pendatang baru untuk mesin pencari, Blekko


SAN FRANSISCO – Perusahaan baru di Silicon Valley akan menelurkan sebuah mesin pencarian baru yang diklaim memiliki apa yang tidak dipunyai Google, sentuhan manusia.
Menurut perusahaan yang bernama sama dengan mesin pencarinya, Blekko, situs macam Google kini semakin dipenuhi dengan spam berkedok web, yang dirancang untuk muncul dalam hasil pencarian Google. Konten spam tersebut dikenal lebih menargetkan pada iklan ketimbang informasi substansial.
Solusinya, papar CEO Blekko, Rich Skrenta, adalah dengan mempersempit pencarian yang hanya berasal dari orang-orang yang terpilih sebagai sumber informasi akurat untuk topik tertentu. Intinya Blekko mengandalkan informasi dari manusia, bukan sistem pengkodean yang otomatis berlaku di komputer.
Dilansir melalui Straits Times, Senin (
1/10/2010), pendekatan ini dianggap oleh para analis sebagai cara kuno di industri teknologi. Selama ini algoritma komputer yang dikembangkan oleh para teknisi di Google dan Microsoft selama bertahun-tahun masih dianggap sebagai cara ideal untuk menemukan informasi data di ranah online    .
Blekko telah menaikkan jumlah investasi menjadi USD24 juta untuk mengembangkan produk ini sejak tiga tahun lalu. Beberapa investor di Blekko adalah Marc Andreessen, yang juga dikenal sebagai pencipta web browser pertama kali. Selain itu ada juga Ron Conway yang telah berinvestasi di beberapa perusahaan teknologi seperti Twitter, Foursquare dan Google.
Blekko diprediksi hanya akan menambah ‘daftar kuburan’ mesin pencari yang berani menantang Google. Beberapa di antaranya adalah Cuil, mesin pencari yang dikembangkan oleh mantan karyawan Google pada 2008 lalu. Sayangnya, September ini mesin pencari tersebut harus tutup. Selain itu ada Powerset, mesin pencari yang memungkinkan pengguna mencari informasi melalui sebuah pertanyaan dalam bahasa Inggris. Powerset sempat dibeli Microsoft pada 2008 lalu.

Jumat, 15 Oktober 2010

Ummu Sulaim Binti Malhan

Beliau bernama Rumaisha’, Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin ‘Ady bin Najjar al-Anshariyyah al-Khazrajiyyah.
Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik, dirinya dihiasi pula dengan ketabahan, kebijaksanan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang baik ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena beliau memiliki sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama Malik bin Nadlar untuk segera menikahinya. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah Anas bin Malik, salah seorang shahabat yang agung.
Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid muncul sehingga menyebabkan orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam.
Ummu Sulaim termasuk golongan pertama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya didalam masyarakat jahiliyah penyembah berhala yang telah beliau buang tanpa ragu.
Adapun halangan pertama yang harus beliau hadapi adalah kemarahan Malik suaminya yang baru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?”. Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab: ”Tidak, bahkan aku telah beriman”.
Suatu ketika beliau menuntun Anas (putra beliau) sembari mengatakan: “Katakanlah La ilaha illallah.” (Tidak ada ilah yang haq kecuali Allah). Katakanlah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” (aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) kemudian Anas mau menirukannya. Akan tetapi ayah Anas mengatakan, “Janganlah engkau merusak anakku”. Maka beliau menjawab: “Aku tidak merusaknya akan tetapi aku mendidik dan memperbaikinya”.
Perasaan gengsi dengan dosa-dosa menyebabkan Malik bin Nadlar menentukan sikap terhadap istrinya yang menurutnya keras kepala dan tetap ngotot berpegang kepada akidah yang baru, maka Malik tidak memiliki alternatif lain selain memberi khabar kepada istrinya bahwa dia akan pergi dari rumah dan tidak akan kembali hingga istrinya mau kembali kepada agama nenek moyangnya.
Manakala Malik mendengar istrinya dengan tekad yang kuat karena teguh terhadap pendiriannya mengulang-ulang kalimat “Ashadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maka Malik pergi dari rumah dalam keadaan marah dan kemudian bertemu dengan musuh sehingga akhirnya dia dibunuh.
Ketika Ummu Sulaim mengetahui bahwa suaminya telah terbunuh, beliau tetap tabah mengatakan: “Aku tidak akan menyampih Anas sehingga dia sendiri yang memutusnya, dan aku tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku”.
Kemudian Ummu Anas menemui Rasulullah yang dicintai dengan rasa malu kemudian beliau mengajukan agar buah hatinya, Anas dijadikan pembantu oleh guru manusia yang mengajarkan segala kebaikan. Rasulullah menerimanya sehingga sejuklah pandangan Ummu Sulaim karenanya.
Kemudian orang-orang banyak membicarakan Anas bin Malik dan juga ibunya dengan penuh takjub dan bangga. Begitu pula Abu Thalhah mendengar kabar tersebut sehingga menjadikan hatinya cenderung cinta dan takjub. Kemudian dia beranikan diri melamar Ummu Sulaim dan menyediakan baginya mahar yang tinggi. Akan tetapi, tiba-tiba saja pikirannya menjadi kacau dan lisannya menjadi kelu tatkala Ummu Sulaim menolak dengan wibawa dan penuh percaya diri dengan berkata: “Sesungguhnya tidak pantas bagiku menikah dengan orang musyrik. Ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa tuhan-tuhan kalian adalah hasil pahatan orang dari keluarga fulan, dan sesungguhnya seandainya kalian mau membakarnya maka akan terbakarlah tuhan kalian”.
Abu Thalhah merasa sesak dadanya, kemudian dia berpaling sedangkan dirinya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang telah dia lihat dan dia dengar. Akan tetapi cintanya yang tulus mendorong dia kembali pada hari berikutnya dengan membawa mahar yang lebih banyak, roti maupun susu dengan harapan Ummu Sulaim akan luluh dan menerimanya.
Akan tetapi Ummu Sulaim adalah seorang da`iyah yang cerdik yang tatkala melihat dunia menari-nari dihadapannya berupa harta, kedudukan dan laki-laki yang masih muda, dia merasakan bahwa keterikatan hatinya dengan Islam lebih kuat dari pada seluruh kenikmatan dunia. Beliau berkata dengan sopan: “Orang seperti anda memang tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan saya adalah seorang muslimah sehingga tidak baik bagiku menerima lamaranmu”. Abu Thalhah bertanya: “lantas apa yang anda inginkan?”, beliau balik bertanya: “Apa yang saya inginkan?”. Abu Thalhah bertanya: “apakah anda menginginkan emas atau perak?”. Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas ataupun perak akan tetapi saya menginginkan agar anda masuk Islam”. “Kepada siapa saya harus datang untuk masuk Islam?”, tanya Abu Thalhah. Beliau berkata: “Datanglah kepada Rasulullah untuk itu!”. Maka pergilah Abu Thalhah untuk menemui Nabi yang tatkala itu sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Demi melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah bersabda: “Telah datang kepada kaliaan Abu Thalhah sedang sudah tampak cahaya Islam dikedua matanya”.
Selanjutnya Abu Thalhah menceritakan kepada Nabi tentang apa yang dikatakan oleh Ummu Sulaim, maka dia menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislamannya.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Ummu sulaim berkata: “Demi Allah! orang yang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hannya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu”.
Sungguh ungkapan tersebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol dihatinya secara sempurna, dia bukanlah seorang wanita yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia adalah wanita cerdas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik darinya untuk diperistri, atau ibu bagi anak-anaknya?”.
Tanpa terasa lisan Abu Thalhah mengulang-ulang: “Aku berada diatas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah”.
Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya, Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya: “Wahai Anas! Nikahkanlah aku dengan Abu thalhah”. Kemudian beliaupun dinikahkan dengan Islam sebagai mahar.
Oleh karena itulah Tsabit meriwayatkan hadits dari Anas : “Aku belum pernah mendengar seorang wanitapun yang paling mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam”.
Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thalhah dengan kehidupan suami-istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.
Ummu Sulaim adalah profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami isteri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan seorang da`iyah.
Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama yakni Ummu Sulaim sehingga pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.
Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin Malik yang menceritakan kepada kita bagaimana perlakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmennya terhadap al-Qur`an sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata :
“Abu Thalhah adalah orang yang paling kaya di kalangan Anshar Madinah, adapun harta yang paling disukainya adalah kebun yang berada di masjid, yang biasanya Rasulullah masuk ke dalamnya dan minum air jernih didalamnya. Tatkala turun ayat : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Q,.s. Âli’ Imran: 92).
Seketika Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam kitab-Nya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah dengan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesuka kamu, wahai Rasulullah”.
Rasulullah bersabda : “Bagus …..bagus.. itulah harta yang menguntungkan…. Itulah harta yang paling menguntungkan…..aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu”.
Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada sanak kerabat dan anak-anak dari pamannya.
Allah memuliakan kedua suami-istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu ‘Umair. Suatu ketika anak tersebut bermain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada waktu itu, Rasulullah melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tersebut untuk menghibur dan bermain dengannya: “Wahai Abu Umair! Apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?”.
Allah berkehendak untuk menguji keduanya dengan keduanya dengan seorang anak yang cakap dan dicintai, suatu ketika Abu Umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahnya apabila kembali dari pasar, pertama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenang sebelum melihat anaknya.
Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka ibu Mu`minah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridla dan baik. Sang ibu membaringkannya ditempat tidur sambil senantiasa mengulangi kalimat: “Inna lillahi wa inna ilahi raji`un”. Beliau berpesan kepada anggota keluarganya: “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalha hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya”.
Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan bersemangat menyambut suaminya dan menjawab pertanyaannya seperti biasanya: “Apa yang dilakukan oleh anakku?”. Beliau menjawab: “dia dalam keadaan tenang”.
Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena khawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati beliau dan mempersiapkan malam baginya, lalu beliau makan dan minum sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanyapun berbuat sebagai mana layaknya suami istri.
Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan mencampurinya serta merasa tenang dengan keadaan anaknya maka beliau memuji Allah karena tidak membuat risau suaminya dan beliau biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.
Tatkala diakhir malam beliau berkata kepada suaminya: “Wahai Abu Thalhah! bagaimana pendapatmu seandainya suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipannya tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut untuk menolaknya?”. Abu Thalhah menjawab: “Tentu saja tidak boleh”. Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi: “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?”. Abu Thalhah berkata: “Berarti mereka tidak adil”. Ummu Sulaim berkata: ”Sesunggguhnya anakmu titipan dari Allah dan Allah telah mengambilnya, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu”.
Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah: “kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”.
Beliau ulang-ulang kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja` (Inna lillahi wa inna ilahi raji`un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.
Keesokan harinnya beliau pergi menghadap Rasulullah dan mengabarkan kapada Rasulullah tentang apa yang terjadi, kemudian Rasulullah bersabda: “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua”.
Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah selanjutnya Anas berkata: “Wahai Rasulullah, bahwasanya Ummu Sulaim melahirkan tadi malam”. Maka Rasulullah mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (menggosokan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata: “Berilah nama baginya, wahai Rasulullah!”. Beliau bersabda: “namanya Abdullah” .
Ubbabah, salah seorang rijal sanad berkata: “Aku melihat dia memiliki tujuh anak yang kesemuanya hafal al-Qur`an”.
Diantara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka berdua dimana umat manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata:
“Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar”. Maka Rasulullah menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada dirumahnya, namun beliau menjawab: “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya tidak berbeda. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah bersabda:
“Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya”.
Maka berdirilah salah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata: “Saya wahai Rasulullah”. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim): “Apakah kamu memiliki makanan?”. Istrinya menjawab: “Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak”. Abu Thalhah berkata: ”Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan maka berdirilah. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut sementara kedua sumi-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah lalu Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah”. Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:
“Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian” .
Di akhir hadits disebutkan: “Maka turunlah ayat (artinya):
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Q,.s. al-Hasyr :9).
Abu Thalhah tidak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan khabar gembira tersebut kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam al-Qur`an yang senantiasa dibaca.
Ummu Sulaim tidak hanya cukup menunaikan tugasnya untuk mendakwahkan Islam dengan penjelasan saja, bahkan beliau antusias untuk turut andil dalam berjihad bersama pahlawan kaum muslimin. Tatkala perang Hunain tampak sekali sikap kepahlawanannya dalam memompa semangat pada dada mujahidin dan mengobati mereka yang luka. Bahkan beliau juga mempersiapkan diri untuk melawan dan menghadapi musuh yang akan menyerangnya. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya dan Ibnu Sa`ad di dalam Thabaqat dengan sanad yang shahih bahwa Ummu Sulaim membawa badik (pisau) pada perang Hunain kemudian Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah! ini Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasulullah apabila ada orang musyrik yang mendekatiku maka akan robek perutnya dengan badik ini”.
Anas berkata: “Rasulullah berperang bersama Ummu Sulaim dan para Wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka”.
Begitulah Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli surga. Beliau bersabda”
“Aku masuk ke surga, tiba-tiba mendengar sebuah suara, maka aku bertanya: “Siapa itu?”. Mereka berkata: “Dia adalah Rumaisha` binti Malhan ibu dari Anas bin Malik”
Selamat untukmu wahai Ummu Sulaim, karena anda memang sudah layak mendapatkan itu semua, engkau adalah seorang istri shalihah yang suka menasehati, seorang da`iyah yang bijaksana, seorang pendidik yang sadar sehingga memasukkan anaknya ke dalam madrasah nubuwwah tatkala berumur sepuluh tahun yang pada gilirannya beliau menjadi seorang ulama diantara ulama Islam.


Sumber : Risalahrasul.wordpress.com

Rabu, 13 Oktober 2010

Syaikh Sayid Sabiq (Ulama Fiqh yang Ulung)

Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Begitulah salah satu bunyi pepatah dalam menggambarkan kehilangan orang yang sangat berjasa. Lebih-lebih lagi jika jasa itu berupa ilmu yang bermanfaat untuk manusia dan lahir dari seorang ulama yang beramal serta ikhlas dalam menyampaikannya.
Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan kesedihan umat Islam apabila satu demi satu ulama besar menyambut seruan Allah. Bermula dengan kepergian Syaikh Sya’rawi, disusul dengan meninggalnya Mufti Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Baz. Tatklala kita sedang terlena menyambut millennium baru, kita dikejutkan dengan berita meninggalnya Syaikh Abu al-Hasan Ali an-Nadawi.
Tanggal 28 Februari 2000, giliran Syaikh Sayyid Sabiq pula pergi menyertai kafilah solihin dan ulama ‘amilin menyambut panggilan Ilahi. Beliau seorang ulama al-Azhar yang tersohor di dunia, penulis buku fiqh yang sangat masyhur, Fiqh Sunnah.
Jenazah beliau dishalatkan oleh beribu-ribu orang di Masjid Rabiah al-Adawiyah, Madinah Nasr dengan diimami oleh Syaikh al-Azhar as-Syarief, Dr. Muhammad Sayid Tantawi. Turut mengikuti solat jenazah as-Sayid Hani Wajdi yang mewakili Presiden Republik Arab Mesir, Mufti Kerajaan Mesir, Dr. Nasr Farid Wasil, Menteri Awqaf, Dr. Hamdi Zaqzuq, Presiden Parti Buruh, Ibrahim Syukri, Ketua Jabhah Ulama al-Azhar dan anggota-anggotanya, Ketua Jam’iyah Syarqiyyah, Dr. Fuad Mukhaimar. serta puluhan ulama dan pemimpin masyarakat setempat yang tidak ketinggalan memberikan penghormatan terakhir terhadap ulama besar umat ini.
Jenazah beliau kemudian dibawa ke tanah tempat kelahirannya di Markaz Bajour, Maneofiah untuk disemayamkan di sana.
Syaikh Sayyid Sabiq dilahirkan pada tahun 1915 dan mendapat pendidikan di al-Azhar. Disinilah awal perkenalan beliau dengan al-lkhwan al-Muslimun (Ikhwanul Muslimin). Pada tahun 1948, beliau bersama-sama al-Ikhwan al-Muslimun menyertai Perang Palestina. Akibatnya, beliau dipenjara di bawah tanah pada tahun 1949-1950.
Setelah bebas, Syaikh Sayyid Sabiq kembali ke al-Azhar dan mendalami bidang dakwah. Beliau aktif dalam al-Ikhwan al-Muslimun sampai menjadi orang kepercayaan Imam Hasan al-Banna, Mursyidul ‘Am al-Ikhwan al-Muslimun.
Pada tahun 1951, beliau bekerja di Kementerian Awqaf Mesir. Kefasihan ilmunya mulai tampak. Beliau dinaikkan pangkat hingga menjadi Wakil Kementerian Awqaf Mesir. Pada tahun 1964, beliau berhijrah ke Yaman, kemudian menetap di Arab Saudi mengajar mata kuliah Dakwah dan Ushuluddin, Universitas Ummul-Qura selama lebih dari 20 tahun.
Syaikh Sayyid Sabiq merupakan seorang yang banyak mengembara untuk menyampaikan dakwah. Banyak negara yang dilawatinya termasuk Indonesia, Inggris, negara-negara bagian bekas Uni Soviet dan seluruh negara Arab. Beliau meninggalkan kesan yang mendalam di setiap negara yang diziarahinya.
Syaikh Sayyid Sabiq juga banyak membuka majlis-majlis ilmu di rumahnya. Setiap hari Ahad dikhususkan untuk kaum wanita dan orang yang sudah berumahtangga. Pengajian untuk kaum laki-laki diadakan setiap hari Minggu. Malam Kamis merupakan malam yang dinanti-nantikan oleh semua jamaah yang melakukan shalat Isya’ di Masjid ‘lbadur-Rahman, Akhir Mahattoh, Haiyu Sabie’ karena pada malam itu dikhususkan untuk pengajian yang dipimpin langsung oleh Syaikh Sayyid Sabiq. Dalam majlis itu, beliau banyak memberi fatwa dan menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul ditengah umat Islam. Banyak pelajar dari negara lain mengikuti majlis beliau walaupun Syaikh Sayyid Sabiq sering menggunakan Bahasa Arab Ammi (lahjah arab tempatan).
Salah satu contoh kegigihannya dalam menyampaikan dakwah, dikisahkan bahawa ketika beliau berada dalam penjara, dengan berpijak di atas ember yang telah disusun dalam bilik penjara untuk dijadikan mimbar karena tubuh beliau kecil dan kurus, beliau dengan lantang dan bersemangat menerangkan hukum fiqh dan agama terhadap tahanan-tahanan politik yang ditangkap bersamanya. Pengawal penjara dan tentara yang mengawal mereka turut mengikuti kuliah tidak resmi beliau dari balik jeruji besi penjara.
Syaikh Sayyid Sabiq merupakan seorang patut di contoh dalam kepribadian dan akhlak. Beliau bukan saja berilmu, melainkan juga memiliki budi pekerti yang mulia dan pandai menjaga hubungan yang baik sesama manusia. Sifatnya yang suka melucu, lemah lembut dan menghormati orang lain walaupun dengan kanak-kanak membuat beliau disenangi oleh segenap lapisan masyarakat.
Syaikh Sayyid Sabiq adalah seorang ulama yang mumpuni dalam ilmu dan mempunyai pemahaman yang luas tentang Islam. Hal ini ini yang menjadikan Syaikh Muhammad al-Ghazali menjuluki Syaikh Sayid Sabiq sebagai orang yang paling faqih di abad ini. Beliau menjadi tempat rujukan ulama-ulama besar termasuk Syaikh Sya’rowi.
Beliau seorang ulama yang berani mengatakan kesyumulan Islam. Ini terbukti dengan kitab hasil tulisannya yang terkenal, Fiqh Sunnah. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Ide penulisan kitab ini berasal dari Imam as-Syahid Hasan al-Banna yang meminta beliau supaya menyusun sebuah kitab fiqh yang sahih berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah yang mampu menyelesaikan khilaf di kalangan umat Islam dan menghilangkan sifat ta’asub kepada mazhab. Penyusunan itu juga bertujuan untuk menghapuskan pendapat mengada-ada yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Ternyata setelah hampir 50 tahun Fiqh Sunnah yang di dalamnya terhimpun sekitar tiga ribu hadis itu ditulis, kitab itu masih mendapat sambutan luar biasa dari umat Islam serta mendapat penghargaan dari ulama sedunia sebagai kitab fiqh terbaik zaman ini.
Beliau juga mengarang beberapa kitab lain seperti, ‘Unsur-unsur Kekuatan Dalam Islam’, ‘Islam Kita’ dan sebuah risalah kecil mengenai riba.
Sepanjang hayatnya, Syaikh Sayyid Sabiq banyak menerima anugrah dan penghargaan atas ketokohan dan keilmuan beliau. Puncaknya, Piagam Penghargaan Mesir yang dianugerahkan oleh Presiden Mesir, Mohammad Husni Mubarak pada tanggal 5 Maret 1988. Di tingkat regional, Syaikh Sayyid Sabiq mendapat penghargaan Jaaizah al-Malik Faisal al-Alamiah pada tahun 1994 oleh Kerajaan Arab Saudi atas usahanya menyebarkan dakwah Islam.

Sumber : Risalahrasul.wordpress.com

Imam Nawawi

Namanya ialah Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu al Nawawi. Dilahirkan di Nawa sebuah wilayah di Damsyik Syam pada bulan Muharram tahun 631 Hijrah.
Kebolehan menghafaz Al-Quran sejak kecil lagi. Pada tahun 649 Hijrah, ketika berusia lingkungan sembilan belas tahun telah pergi ke kota Damsyik untuk belajar. Mendalami ilmu di madrasah al-Ruwahiyyah atas tanggungan madrasah itu sendiri.
Karangannya adalah banyak, di antaranya yang terkenal ialah kitab-kitab syarah sahih muslim, Riyadhus Salihin, Al-Adhkar, Al-Tibyan fi adab hamalat al-Quran, al-Irsyad wa al-Taqrib fi ‘Ulum al-Hadith, al-Aidah fi Manasik al-Hajj, Syarah Muhazzab, al-Raudah, Tahdhib al-Asma’ wa al-Lughat, al-Minhaj dan Matan al-Arbain.
Antara kitabnya yang begitu popular dalam pengajian ilmu ialah Matan al-Arbain (hadis 40), Riyadhus Salihin, Syarah Sahih Muslim dan al-Adhkar.
Kehidupannya dihabiskan kepada bakti dan khidmat suci terhadap penyebaran dam perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Makan minumnya hanya sekali dalam sehari, sekadar memelihara kesihatan badannya. Juga tidak sanagat menghiraukan akan soal pemakaian dan perhiasan, cukuplah apa yang memadai sahaja. Tidak juga gemar akan makan buah-buahan kerana khuatir akan mengantuk yang akan mengganggu tugas sehariannya.
Seorang yang begitu bertakwa menurut erti kata sepenuhnya, wara’nya dan kebersihan jiwanya. Seorang ulama’ yang amatlah suka ditemui. Ada juga riwayat yang mengatakan bahawa keengganan beliau untuk makan buah-buahan di Damsyik itu bukan hanya khuatir akan mengantuk tetapi kerana buah-buahan di Damsyik dikala itu terlalu banyak mengandungi syubhat.
Sepanjang hayatnya sentiasa istiqamah dalam menjalankan kewajipan menyebarkan ilmu dengan mengajar dan mengarang di samping senantiasa beribadah di tengah-tengah suasana hidup yang serba kekurangan, sehingga hidupnya dilingkungi oleh usaha dan amal saleh terhadap agama, masyarakat dan umat.
Beliau pernah diusir keluar dari negeri Syam oleh sultan al-Malik al-Zahir yang tidak senang akan fatwa yang dikeluarkan olehnya. Beliau bukanlah seorang ulama’ yang mencari kebenaran untuk dirinya sahaja, beliau hidup di dalam masyarakat. Beliau tidak menjual ilmu yang dimiliki dengan harta benda dunia. Beliau mencurahkan ilmu kepada masyarakat ummat. Beliau memimpin ummat bukan ummat yang memimpin beliau. Mengeluarkan fatwa tanpa memandang sesiapa, walaupun fatwanya itu meyusahkan kedudukannya. Inilah contoh ulama’ pewaris nabi (warithatul anbiya’).
Sepanjang hayatnya banyak menulis, mengarang, mengajar dan menasihat. Inilah yang telah mengangkat ketinggian peribadinya dan dikagumi. Imam Nawawi wafat pada 24 Rejab 676 Hijrah, dan dimakamkan di Nawa, setelah sekian lama beliau hidup dengan membujang tidak beristeri di tengah-tengah suasana masyarakat Damsyik dan telah berjaya menyumbangkan tenaga fikiran dan ‘ilmunya kepada agama Islam dan umatnya. Sekianlah, mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmatnya ke atas beliau. Amin.
FATWA IMAM NAWAWI YANG MENGGEMPARKAN
Menurut riwayat bahawa apabila baginda sultan al-Malik al-Zahir telah mengadakan persiapan perang untuk memerangi orang-orang Tatar (monggol) lalu digunakanlah fatwa ‘ulama yang mengharuskan mengambil harta rakyat untuk kepentingan perang melawan musuh. ‘Ulama fiqh negeri Syam telah menulis menerangkan fatwa tersebut, tetapi baginda belum merasa senang hati kalau imam Nawawi tidak memberi fatwanya. Lalu baginda bertitah “Masih adakah lagi orang lain”. “Masih ada, al-Syaikh Muhyiddin al-Nawawi” – demikian jawaban yang disampaikan kepada baginda.
Kemudian baginda menjemput Imam Nawawi dan meminta beliau memberi fatwanya bersama ‘ulama fiqh mengenai pengambilan harta rakyat untuk peperangan. Beliau berterus terang tidak mahu memberi fatwanya dan enggan. Baginda bertanya: “Apakah sebabnya beliau enggan?” Lalu beliau memberi penjelasan mengapa beliau terpaksa menerangkan sikapnya dan keenggannya memfatwakan sama seperti para ‘ulama. Beliau dalam penjelasan kepada baginda menerangkan seperti berikut! Ampun Tuanku! Adalah patik sememangnya mengetahui dengan sesungguhnya bahwasanya tuanku adalah dahulunya seorang tawanan tidak ada sebarang harta benda. Tetapi pertolongan Allah telah dilimpahkan kurnianya kepada tuanku dengan dijadikan tuanku seorang raja. Ampun Tuanku! Adalah patik telah mendengar bahawanya tuanku ada memiliki seribu orang hamab tiap-tiap seorang ada mempunyai beberapa ketul emas. Manakala dua ratus orang khadam wanita milik tunaku, masing-masing mempunyai perhiasan yang bernilai. Andaikata tuanku sendirian membelanjakan kesemua itu untuk keperluan pernag sehingga mereka tidak lagi mempunyai barang-barang itu, maka patik bersedia memberi fatwa untuk membenarkan tuanku mengambil harta rakyat.
Kesimpulannya, beliau berfatwa tidak membenarkan baginda mengambil harta rakyat selama kekayaannya sendiri masih dapat dipergunakan. Baginda al-Malik al-Zahir murka kepadanya kerana fatwanya yang amat menggemparkan sehingga baginda mengeluarkan perintah supaya beliau segera keluar dari Damsyik. Imam Nawawi terima saja perintah pengusirannya itu dengan nada yang tenang. Lalu beliau pun keluar ke Nawa. Para ‘ulama Syam telah berusaha menjemput beliau balik semula ke Damsyik, tetapi beliau enggan dengan berkata: “Saya tidak akan balik ke Damsyik selama baginda masih berkuasa”.


Sumber : Risalahrasul.wordpress.com

Senin, 11 Oktober 2010

Ilmuwan Islam Peletak Dasar Konsep Pesawat Terbang

Pada abad ke-8, seorang Muslim Spanyol, Abbas Ibnu Firnas, telah menemukan, membangun, dan menguji konsep pesawat terbang. Konsep pesawat terbang Ibnu Firnas inilah yang kemudian dipelajari Roger Bacon lepas 500 tahun setelah Ibn Firnas meletakkan teori-teori dasar pesawat terbang.
Sekitar 200 tahun setelah Bacon atau 700 tahun pascaujicoba Ibnu Firnas, barulah konsep dan teori pesawat terbang dikembangkan. Pada tahun 875, Ibnu Firnas membuat sebuah prototipe atau model pesawat terbang dengan meletakkan bulu pada sebuah bingkai kayu. Inilah catatan dokumentasi pertama yang sangat kuno tentang pesawat terbang layang.
Salah satu dari dua versi catatan konstruksi pesawat terbang Ibnu Firnas menyebutkan, setelah menyelesaikan model pesawat terbang yang dibuatnya, Ibnu Firnas mengundang masyarakat Cordoba untuk datang dan menyaksikan hasil karyanya itu.
Warga Cordoba saat itu menyaksikan dari dekat menara tempat Ibnu Firnas akan memperagakan temuannya. Namun karena cara meluncur yang kurang baik, Ibnu Firnas terhempas ke tanah bersama pesawat layang buatannya. Dia pun mengalami cedera punggung yang sangat parah. Cederanya inilah yang memaksa Ibnu Firnas tak berdaya untuk melakukan ujicoba berikutnya.
Versi kedua catatan ini menyebutkan, Ibnu Firnas lalai memperhatikan bagaimana burung menggunakan ekor mereka untuk mendarat. Dia pun lupa untuk menambahkan ekor pada model pesawat layang buatannya. Kelalaiannya inilah yang mengakibatkan dia gagal mendaratkan pesawat ciptaannya dengan sempurna.
Cedera punggung yang tak kunjung sembuh mengantarkan Ibnu Firnas pada proyek-proyek penelitian di dalam ruangan (laboratorium). Dia pun meneliti gejala alam dan mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat. Ibnu Firnas berhasil mengembangkan formula untuk membuat gelas dan kristal.
Sayang, tak lama setelah itu, tepatnya pada tahun 888, Ibnu Firnas wafat dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera punggung yang diderita akibat kegagalan melakukan ujicoba pesawat layang buatannya.
Sekilas tentang Ibnu firnas Abbas Ibnu Firnas atau Abbas Qasim Ibnu Firnas (dikenal dengan nama Latin Armen Firman) dilahirkan di Ronda, Spanyol pada tahun 810 M. Dia dikenal sebagai orang Barbar yang ahli dalam bidang kimia dan memiliki karakter yang humanis, kreatif, dan kerap menciptakan barang- barang berteknologi baru saat itu.
Pria yang suka bermain musik dan puisi ini hidup pada saat pemerintahan Khalifah Umayyah di Spanyol (dulu bernama Andalusia). Masa kehidupan Ibnu Firnas berbarengan dengan masa kehidupan musikus Irak, Ziryab.
Pada tahun 852, di bawah pemerintahan khalifah baru, Abdul Rahman II, Ibnu Firnas membuat pengumuman yang menghebohkan warga Cordoba saat itu. Dia ingin melakukan ujicoba terbang’ dari menara Masjid Mezquita dengan menggunakan `sayap’ atau jubah tanpa lengan yang dipasangkan di tubuhnya.
Dia berhasil mendarat walaupun dengan cedera ringan. Alat yang digunakan Ibnu Firnas inilah yang kemudian dikenal dengan parasut pertama di dunia. Menara Masjid Mezquita di Cordoba menjadi saksi bisu perwujudan konsep pertama pesawat terbang yang lahir dari pemikiran seorang Muslim.
Keberhasilannya itu tidak lantas membuat Ibnu Firnas berdiam diri. Dia kembali melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan konsep serta teori dari gejala-gejala alam yang diperhatikannya.
Karya-karya baru pun bermunculan dari buah pemikiran Ibnu Firnas. mulai dari puisi, kimia, sampai astronomi, semuanya dipelajarinya dengan satu tujuan, yaitu mampu memberikan manfaat bagi umat manusia.
Di antara hasil karyanya yang monumental adalah konsep tentang terjadinya halilintar dan kilat, jam air, serta cara membuat gelas dari garam. Ibnu Firnas juga membuat rantai rangkaian yang
menunjukkan pergerakan benda-benda planet dan bintang. Selain itu, Ibnu Firnas pun menunjukkan cara bagaimana memotong batu kristal yang saat itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Mesir.

source : http://www.republika.co.id, http://en.wikipedia.org/wiki/Abbas_Ibn_Firnas, risalahrasul.wordpress.com

Ibnu Ismail Al Jazari – Ilmuwan Muslim Penemu Konsep Robotika Modern

Al Jazari mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari dikenal sebagai mesin robot.
”Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan membuat sebuah mesin” (Donald Hill).
Kalimat di atas merupakan komentar Donald Hill, seorang ahli teknik asal Inggris yang tertarik dengan sejarah teknologi, atas buku karya ahli teknik Muslim yang ternama, Al-Jazari. Al Jazari merupakan seorang tokoh besar di bidang mekani dan industri. Lahir dai Al Jazira, yang terletak diantara sisi utara Irak dan timur laut Syiria, tepatnya antara Sungai tigris dan Efrat.Al-Jazari merupakan ahli teknik yang luar biasa pada masanya. Nama lengkapnya adalah Badi Al-Zaman Abullezz Ibn Alrazz Al-Jazari. Dia tinggal di Diyar Bakir, Turki, selama abad kedua belas. Ibnu Ismail Ibnu Al-Razzaz al-Jazari mendapat julukan sebagai Bapak Modern Engineering berkat temuan-temuannya yang banyak mempengaruhi rancangan mesin-mesin modern saat ini, diantaranya combustion engine, crankshaft, suction pump, programmable automation, dan banyak lagi.
Ia dipanggil Al-Jazari karena lahir di Al-Jazira, sebuah wilayah yang terletak di antara Tigris dan Efrat, Irak. Seperti ayahnya ia mengabdi pada raja-raja Urtuq atau Artuqid di Diyar Bakir dari 1174 sampai 1200 sebagai ahli teknik.
Donald Routledge dalam bukunya Studies in Medieval Islamic Technology, mengatakan bahwa hingga zaman modern ini, tidak satupun dari suatu kebudayaan yang dapat menandingi lengkapnya instruksi untuk merancang, memproduksi dan menyusun berbagai mesin sebagaimana yang disusun oleh Al-Jazari. Pada 1206 ia merampungkan sebuah karya dalam bentuk buku yang berkaitan dengan dunia teknik.Beliau mendokumentasikan lebih dari 50 karya temuannya, lengkap dengan rincian gambar-gambarnya dalam buku, “al-Jami Bain al-Ilm Wal ‘Aml al-Nafi Fi Sinat ‘at al-Hiyal” (The Book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices). Bukunya ini berisi tentang teori dan praktik mekanik. Karyanya ini sangat berbeda dengan karya ilmuwan lainnya, karena dengan piawainya Al-Jazari membeberkan secara detail hal yang terkait dengan mekanika. Dan merupakan kontribusi yang sangat berharga dalam sejarah teknik.
Keunggulan buku tersebut mengundang decak kagum dari ahli teknik asal Inggris, Donald Hill (1974). Donald berkomentar bahwa dalam sejarah, begitu pentingnya karya Al-Jazari tersebut. Pasalnya, kata dia, dalam buku Al-Jazari, terdapat instruksi untuk merancang, merakit, dan membuat mesin.
Di tahun yang sama juga 1206, al-Jazari membuat jam gajah yang bekerja dengan tenaga air dan berat benda untuk menggerakkan secara otomatis sistem mekanis, yang dalam interval tertentu akan memberikan suara simbal dan burung berkicau. Prinsip humanoid automation inilah yang mengilhami pengembangan robot masa sekarang. Kini replika jam gajah tersebut disusun kembali oleh London Science Museum, sebagai bentuk penghargaan atas karya besarnya.
Pada acara World of Islam Festival yang diselenggarakan di Inggris pada 1976, banyak orang yang berdecak kagum dengan hasil karya Al-Jazari. Pasalnya, Science Museum merekonstruksi kerja gemilang Al-Jazari, yaitu jam air.
Ketertarikan Donald Hill terhadap karya Al-Jazari membuatnya terdorong untuk menerjemahkan karya Al-Jazari pada 1974, atau enam abad dan enam puluh delapan tahun setelah pengarangnya menyelesaikan karyanya.
Tulisan Al-Jazari juga dianggap unik karena memberikan gambaran yang begitu detail dan jelas. Sebab ahli teknik lainnya lebih banyak mengetahui teori saja atau mereka menyembunyikan pengetahuannya dari orang lain. Bahkan ia pun menggambarkan metode rekonstruksi peralatan yang ia temukan.
Karyanya juga dianggap sebagai sebuah manuskrip terkenal di dunia, yang dianggap sebagai teks penting untuk mempelajari sejarah teknologi. Isinya diilustrasikan dengan miniatur yang menakjubkan. Hasil kerjanya ini kerap menarik perhatian bahkan dari dunia Barat.
Dengan karya gemilangnya, ilmuwan dan ahli teknik Muslim ini telah membawa masyarakat Islam pada abad ke-12 pada kejayaan. Ia hidup dan bekerja di Mesopotamia selama 25 tahun. Ia mengabdi di istana Artuqid, kala itu di bawah naungan Sultan Nasir al-Din Mahmoud.
Al-Jazari memberikan kontribusi yang pentng bagi dunia ilmu pengetahuan dan masyarakat. Mesin pemompa air yang dipaparkan dalam bukunya, menjadi salah satu karya yang inspiratif. Terutama bagi sarjana teknik dari belahan negari Barat.
Jika menilik sejarah, pasokan air untuk minum, keperluan rumah tangga, irigasi dan kepentingan industri merupakan hal vital di negara-negara Muslim. Namun demikian, yang sering menjadi masalah adalah terkait dengan alat yang efektif untuk memompa air dari sumber airnya.
Masyarakat zaman dulu memang telah memanfaatkan sejumlah peralatan untuk mendapatkan air. Yaitu, Shaduf maupun Saqiya. Shaduf dikenal pada masa kuno, baik di Mesir maupun Assyria. Alat ini terdiri dari balok panjang yang ditopang di antara dua pilar dengan balok kayu horizontal.
Sementara Saqiya merupakan mesin bertenaga hewan. Mekanisme sentralnya terdiri dari dua gigi. Tenaga binatang yang digunakan adalah keledai maupun unta dan Saqiya terkenal pada zaman Roma.
Para ilmuwan Muslim melakukan eksplorasi peralatan tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Al-Jazari merintis jalan ke sana dengan menguraikan mesin yang mampu menghasilkan air dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan mesin yang pernah ada sebelumnya.
Al-Jazari, kala itu, memikul tanggung jawab untuk merancang lima mesin pada abad ketiga belas. Dua mesin pertamanya merupakan modifikasi terhadap Shaduf, mesin ketiganya adalah pengembangan dari Saqiya di mana tenaga air menggantikan tenaga binatang.
Satu mesin yang sejenis dengan Saqiya diletakkan di Sungai Yazid di Damaskus dan diperkirakan mampu memasok kebutuhan air di rumah sakit yang berada di dekat sungai tersebut.
Mesin keempat adalah mesin yang menggunakan balok dan tenaga binatang. Balok digerakkan secara naik turun oleh sebuah mekanisme yang melibatkan gigi gerigi dan sebuah engkol.
Mesin itu diketahui merupakan mesin pertama kalinya yang menggunakan engkol sebagai bagian dari sebuah mesin. Di Eropa hal ini baru terjadi pada abad 15. Dan hal itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa.
Pasalnya, engkol mesin merupakan peralatan mekanis yang penting setelah roda. Ia menghasilkan gerakan berputar yang terus menerus. Pada masa sebelumnya memang telah ditemukan engkol mesin, namun digerakkan dengan tangan. Tetapi, engkol yang terhubung dengan sistem rod di sebuah mesin yang berputar ceritanya lain.
Penemuan engkol mesin sejenis itu oleh sejarawan teknologi dianggap sebagai peralatan mekanik yang paling penting bagi orang-orang Eropa yang hidup pada awal abad kelima belas. Bertrand Gille menyatakan bahwa sistem tersebut sebelumnya tak diketahui dan sangat terbatas penggunaannya.
Pada 1206 engkol mesin yang terhubung dengan sistem rod sepenuhnya dikembangkan pada mesin pemompa air yang dibuat Al-jazari. Ini dilakukan tiga abad sebelum Francesco di Giorgio Martini melakukannya.
Sedangkan mesin kelima, adalah mesin pompa yang digerakkan oleh air yang merupakan peralatan yang memperlihatkan kemajuan lebih radikal. Gerakan roda air yang ada dalam mesin itu menggerakan piston yang saling berhubungan.
Kemudian, silinder piston tersebut terhubung dengan pipa penyedot. Dan pipa penyedot selanjutnya menyedot air dari sumber air dan membagikannya ke sistem pasokan air. Pompa ini merupakan contoh awal dari double-acting principle. Taqi al-Din kemudian menjabarkannya kembali mesin kelima dalam bukunya pada abad keenam belas.

sumber : wikipedia.org, republika.co.id, risalahrasul.wordpress.com

Minggu, 10 Oktober 2010

Imam Tirmizi

Imam al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak at-Sulami at- Tirmizi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.

Semenjak kecilnya Abu Isa gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Abu Isa tercatat pernah mengembara ke berbagai negeri, seperti Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam kunjungannya, Abu Isa banyak menemui ulama besar dan para guru hadits untuk mendengar hadits.

Sudah menjadi kebiasaan pada Abu Isa untuk menghafal dan mencatat hadits ketika dalam perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Abu Isa tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan ini termasuk ketika bertemu dengan seorang guru di perjalanannya menuju Makkah.

Di kalangan ulama, Abu Isa diakui sebagai sosok shalih dan takwa. Ia juga dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Selain itu, Abu Isa adalah tokoh hadits yang terkenal dengan kekuatan dan kecepatan hafalannya.

Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib menceritakan apa yang pernah disampaikan Abu Isa seputar hafalannya. Dalam sebuah perjalanan menuju Makkah, waktu itu itu Abu Isa sudah menulis dua jilid buku berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Di perjalan inilah Abu Isa berpasan dengan guru tersebut. Kesempatan ini tidak ia sia-siakan untuk bertanya lebih banyak tentang hadits.

Abu Isa lalau memohon kepada guru ini untuk mendengar hadits. Guru ini pun mengabulkan permohonan Abu Isa. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kertas Abu Isa masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. 'Tidakkah engkau malu kepadaku?, 'tegur sang Guru. Lalu Abu Isa menjelaskan, apa yang ia bacakan telah dihafal semuanya. “Coba bacakan!” suruhnya.

Abu isa pun membacakan seluruhnya secara beruntun. “Apakah telah engkau hafalkan sebelumnya?” tanyanya penasaran. “Tidak,” jawabnya. Kemudian Abu Isa meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan 40 hadits yang tergolong sulit atau garib. “Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,” pinta sang guru. Lalu Abu Isa membacannya dari pertama hingga selesai. “Aku belum pernah melihat orang seperti engkau," sanjugnnya kepada Abu Isa.

Abu Isa juga tercatat pernah berguru pada Imam Bukhari, baik hadits maupun fiqh.ia juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmizi juga belajar hadits dari
sebagian guru para imam hadit termashur ini. Selain mereka, Tirmizi juga pernah berguru pada Qutaibah bin Saudi Arabia'id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin 'Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, 'Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni' serta Muhammad bin al-Musanna.

Seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim dengan Kitab Sahihnya, Tirmiz juga memiliki karya monumnetal. Abu Isa menyebut karnya dengan nama Al-Jami'. Karya ini tergolonga salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang
Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami' ini terkenal dengan nama
Jami' Tirmizi, dinisbahkan kepada penulisnya. Kita ini juga terkenal dengan nama
Sunan Tirmizi.

Imam Tirmizi dalam Al-Jami' tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata,
tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, da'if, garib dan mu'allal dengan
menerangkan kelemahannya. Termasuk juga hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh ahli fiqh.

Sedang hadits-hadits da'if dan munkar dalam kitab ini, pada umumnya hanya
menyangkut fada'il al-a'mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan).
Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan
mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan
bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.

Dengan gaya penulisan hadits seperti ini, tidak sedikit ulama besar memuji dan mengakui kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmizi dalam kelompok Siqat atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya. Menurutnya, "Tirmizi salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama."

Abu Ya'la al-Khalili dalam kitabnya Ulumul Hadits menerangkan, Muhammad bin
'Isa at-Tirmizi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah
diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta'dil.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal
sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan
dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami'us Sahih sebagai bukti atas keagungan
derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang
hadits yang sangat mendalam.

Abu Isa, selain dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits, ia juga dikenal sebagai
ahli fiqh. Bagi yang mendalami Kitab al-Jami' akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya di bidang ini. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh
mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul
duduk permasalahan yang sebenarnya.

Sebagai tokoh yang banyak memberi pengaruh khususnya dalam khazanah hadits, hadits-hadits dan ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di
antara ulama ini adalah, Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, 'Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi serta Abul-'Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi.

Sepanjang hidupnya, Imam Tirmizi juga meninggalkan karya-karya yang bermanfaat kepada umat Islam selain Kitab Al-Jami' diantarnya : Kitab Al-'Ilal, Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd dan Kitab Al-Asma' wal-kuna.

Imam Muslim

Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Imam Muslim dilahirkan di Naisabur tahun 202 H atau 817 M. Naisabur, saat ini termasuk wilayah Rusia. Dalam sejarah Islam, Naisabur dikenal dengan sebutan Maa Wara'a an Nahr, daerah-daerah yang terletak di belakang Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah.

Naisabur pernah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan tidak kurang 150 tahun pada masa Dinasti Samanid. Tidak hanya sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, kota Naisabur juga dikenal saat itu sebagai salah satu kota ilmu, bermukimnya ulama besar dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah.

Kecenderungan Imam Muslim kepada ilmu hadits tergolong luar biasa. Keunggulannya dari sisi kecerdasan dan ketajaman hafalan, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin. Di usia 10 tahun, Muslim kecil sering datang berguru pada Imam Ad Dakhili, seorang ahli hadits di kotanya. Setahun kemudian, Muslim mulai menghafal hadits dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadits.

Seperti orang yang haus, kecintaanya dengan hadits menuntun Muslim bertuangalang ke berbagai tempat dan negara. Safar ke negeri lain menjadi kegiatan rutin bagi Muslim untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadits.

Dalam berbagai sumber, Muslim tercatat pernah ke Khurasan. Di kota ini Muslim bertemu dan berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Pada rihlahnya ke Makkah untuk menunaikan haji 220 H, Muslim bertemu dengan Qa’nabi,- muhaddits kota ini- untuk belajar hadits padanya.

Selain itu Muslim juga menyempatkan diri ke Hijaz. di kota Hijaz ia belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar. Di Irak Muslim belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Kemudian di Mesir, Muslim berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya. Termasuk ke Syam, Muslim banyak belajar pada ulama hadits kota itu.

Tidak seperti kota-kota lainnya, bagi Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah Imam Muhaddits ini berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama ahli hadits. Terakhir Imam Muslim berkunjung pada 259 H. Saat itu, Imam Bukhari berkunjung ke Naisabur. Oleh Imam Muslim kesempatan ini digunakannya untuk berdiskusi sekaligus berguru pada Imam Bukhari.

Berkat kegigihan dan kecintaannya pada hadits, Imam Muslim tercatat sebagai orang yang dikenal telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, menyebutkan, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan.
Bila dihitung dengan pengulangan, lanjutnya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sedang menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim merupakan hasil saringan sekitar 300.000 hadits. Untuk menyelasekaikan kitab Sahihnya, Muslim membutuhkan tidak kurang dari 15 tahun.

Imam Muslim dalam menetapkan kesahihan hadits yang diriwayatkkanya selalu mengedepankan ilmu jarh dan ta'dil. Metode ini ia gunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Selain itu, Imam Muslim juga menggunakan metode sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat). Dalam kitabnya, dijumpai istilah haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), maupun qaalaa (ia berkata). Dengan metode ini menjadikan Imam Muslim sebagai orang kedua terbaik dalam masalah hadits dan seluk beluknya setelah Imam Bukhari.

Selain itu, Imam Muslim dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah. Keramahan yang dimilikinya tidak jauh beda dengan gurunya, Imam Bukhari. Dengan reputasi ini Imam Muslim oleh Adz-Dzahabi disebutan sebagai Muhsin min Naisabur (orang baik dari Naisabur).

Maslamah bin Qasim menegaskan, "Muslim adalah tsiqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam)." Senada dengan Maslamah bin Qasim, Imam An-Nawawi juga memberi sanjungan: "Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits."

Seperti halnya Imam Buhari dengan Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari, Imam Muslim juga memiliki kitab munumental, kitab Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih karya Imam Muslim lainnya, Shahih Muslim yang memuat 3.033 hadits memiliki karakteristik tersendiri. Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada penjabaran hadits secara resmi. Imam Muslim bahkan tidak mencantumkan judul-judul pada setiap akhir dari sebuah pokok bahasan.

Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim terasa sangat populis.

Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Perbedaan ini terjadi bila dilihat dari sisi pada sistematika penulisannya serta perbandingan antara tema dan isinya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an agar dapat dipastikan sanadnya bersambung. Sementara Imam Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya kedua rawi dengan tidak adanya tadlis.

Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsiqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Selain itu, kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding al-Bukhari.

Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan, seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar, Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya. Muslim juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab seperti yang dilakukan Bukhari lakukan. Imam Muslim wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H dengan mewariskan sejumlah karyanya yang sangat berharga bagi kaum Muslim dan dunia Islam.

Karya-karya Imam Muslim
Sepanjang hidup Imam Muslim, karya-karya yang berhasil ia tulis antara lain: 1) Al-Asma’ wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-Jami’, 10) Hadits Amr bin Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I’lal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu’bah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.